Jumat 14 januari jadi hari bersejarah untuk rakyat tunisia. Sebuah hari yang dinanti rakyat tunisia setelah 23 tahun negara ini dikuasi rezim tangan besi. Hari dimana Presiden Zine Al-Abidine Ben Ali meninggalkan negaranya dan seluruh kekuasaannya. Revolusi terjadi di negara indah tunisia.
Tercatatlah Mohamad Bouazizi sebagai pengobar semangat pada revolusi tunisia ini. Pemuda alumni perguruan tinggi Tunisia ini. Sebagaimana laiknya, selayaknya lulusan PT bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan. Namun tidak demikian di sebuah negeri cantik Tunisia di Afrika Utara. Tingkat pengangguran intelektual cukup tinggi. Warga negara Tunisia juga mencari pekerjaan di negara tetangga yang kaya dan sedang membangun infrastruktur seperti Libya.
Tidak mendapat pekerjaan yang layak bagi lulusan perguruan tinggi tidak menyurutkan Bouazizi untuk menyerah begitu saja menghadapi situasi sulit yang dideritanya. Tanpa malu dan gengsi dia mendorong gerobak menjual barang-barang apa saja, seperti tukang dorong di Jakarta menjual buah, sayuran, kue, mainan, dsb, bak tukang pemulung. Dengan giat tetap dilakoninya, walaupun sebenarnya tidak layak bagi lulusan PT. Namun apa daya, pemerintah menilai lain.
Gerobak milik Bouazizi dirampas dengan dalih tidak mempunyai izin berdagang (berusaha). Dia dipermalukan di muka umum. Apalah jadinya, sebagai seorang lulusan PT yang seharusnya mudah baginya mendapatkan pekerjaan, dan hal tersebut tidak dia dapatkan karena pemerintahan yang korup, dirampas pula hak-haknya dan dipermalukan di muka umum. Maka, tidak ada jalan keluar baginya, kecuali melakukan hal yang boleh ‘dikatakan’ nekad dan tidak mempunyai akar pada sosiologi budaya Arab. Membakar diri di depan Kantor Pemda kota kelahirannya Sidi Bousaid, sebuah kota cantik nan menawan tujuan para wisatawan asing dengan kotanya yang berbukit dan elok di tepi Laut Mediternean.
Aksi yang dilakukan setelah shalat Jum’at, 17 Desember 2010 itu menyulut aksi dan demonstrasi besar-besaran di kota Sidi Bousaid. Namun, bara dalam sekam tersebut bagi kekecewaan warga negara Tunisia yang terpendam meledak. Lautan manusia merebak di kota-kota besar Tunisia, termasuk ibu kota Tunis. Sfak, Cartagho, Qairawan, dsb, menjadi lautan manusia. Yang turun demo, bukan saja hanya pengangguran intelek, namun juga para profesional, dosen, cendekiawan, ahli hukum, politikus, dan berbagai elemen masyarakat. Negara menjadi lumpuh. Kekerasan tak terhindari. Puluhan nyawa melayang. Ratusan dan ribuan luka-luka. Perkantoran, pertokoan, pusat perbelanjaan dan rumah-rumah dirusak, dijarah. Bahkan Rumah Sakit tidak luput dari perusakan tersebut. Tidak ada dan tidak bisa, siapa yang disalahkan. Situasi sudah menjadi chaos, sehingga Presiden memperhitungkan untuk menyelamatkan diri dan keluarganya, dan saat ini mencari suaka di Arab Saudi. (Sungguh memalukan).
Akhirnya, kemenangan ada di pihak RAKYAT Tunisia. Pemerintahan jatuh, dan negara dalam keadaan darurat. Untuk mengisi kekosongan berdasarkan UU Negara, PM Tunisia melaksanakan fungsi Presiden. Namun praktek ini pun mendapat kritikan para pakar hukum dan bahkan bertentangan dengan UU Negara itu sendiri. Akhrinya, PM Mohamad Gannouchi menyerahkan kepada Ketua Parlemen Tunisia Fuad Almabzieg hari ini (15/1) sebagai caretaker Presiden sementara. Dan meminta oposisi untuk turut melakukan rekonsiliasi nasional. Pihaknya juga mempertimbangkan untuk mengadakan Pemilu dalam waktu enam bulan mendatang.
Dalam facebook terakhirnya yang ditulis oleh Bouaziz, dengan sangat memilukan dia menulis, “Musafir (pergi) wahai ibuku. Maafkan aku. Gak ada gunanya. Semuanya hilang di jalan apa yang kumiliki (maksudnya dirampas polisi). Maafkan aku wahai ibu, jika aku tidak menuruti ucapanmu. Makilah zaman (waktu atau situasi). Jangan maki aku. Pergi tidak kembali lagi. Dst”, saya berlinang menuliskan kembali paragraf pesan terakhirnya di fb.
Tercatatlah Mohamad Bouazizi sebagai pengobar semangat pada revolusi tunisia ini. Pemuda alumni perguruan tinggi Tunisia ini. Sebagaimana laiknya, selayaknya lulusan PT bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan. Namun tidak demikian di sebuah negeri cantik Tunisia di Afrika Utara. Tingkat pengangguran intelektual cukup tinggi. Warga negara Tunisia juga mencari pekerjaan di negara tetangga yang kaya dan sedang membangun infrastruktur seperti Libya.
Tidak mendapat pekerjaan yang layak bagi lulusan perguruan tinggi tidak menyurutkan Bouazizi untuk menyerah begitu saja menghadapi situasi sulit yang dideritanya. Tanpa malu dan gengsi dia mendorong gerobak menjual barang-barang apa saja, seperti tukang dorong di Jakarta menjual buah, sayuran, kue, mainan, dsb, bak tukang pemulung. Dengan giat tetap dilakoninya, walaupun sebenarnya tidak layak bagi lulusan PT. Namun apa daya, pemerintah menilai lain.
Mohamed Bouazizi |
Bouazizi dijenguk oleh Ben Ali. Tapi Nasi Sudah Menjadi Bubur |
Akhirnya, kemenangan ada di pihak RAKYAT Tunisia. Pemerintahan jatuh, dan negara dalam keadaan darurat. Untuk mengisi kekosongan berdasarkan UU Negara, PM Tunisia melaksanakan fungsi Presiden. Namun praktek ini pun mendapat kritikan para pakar hukum dan bahkan bertentangan dengan UU Negara itu sendiri. Akhrinya, PM Mohamad Gannouchi menyerahkan kepada Ketua Parlemen Tunisia Fuad Almabzieg hari ini (15/1) sebagai caretaker Presiden sementara. Dan meminta oposisi untuk turut melakukan rekonsiliasi nasional. Pihaknya juga mempertimbangkan untuk mengadakan Pemilu dalam waktu enam bulan mendatang.
Dalam facebook terakhirnya yang ditulis oleh Bouaziz, dengan sangat memilukan dia menulis, “Musafir (pergi) wahai ibuku. Maafkan aku. Gak ada gunanya. Semuanya hilang di jalan apa yang kumiliki (maksudnya dirampas polisi). Maafkan aku wahai ibu, jika aku tidak menuruti ucapanmu. Makilah zaman (waktu atau situasi). Jangan maki aku. Pergi tidak kembali lagi. Dst”, saya berlinang menuliskan kembali paragraf pesan terakhirnya di fb.
Semoga Engkau diampuni dosa-dosamu oleh Yang Maha Kuasa. Bahkan mendapat kebaikan karena menciptakan kebaikan dan perubahan yang lebih menjanjikan bagi jutaan Rakyat Tunisia.
Selamat Jalan Pahlawan Revolusi Tunisia.
sumber : [kompasiana]
0 comments:
Post a Comment